BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Globalisasi ekonomi dunia
sebagai suatu fenomena pada dekade terakhir ini tidak bisa dihindari. Kehadiran
Indonesia pada peta ekonomi dunia tidak bisa dipungkiri lagi menuntut kemampuan
untuk berkembang sebagai suatu kekuatan baru ekonomi dari dunia ketiga.
Perkembangan ekonomi yang begitu cepat menuntut kesiapan dan kemampuan pranata
hukum dalam mengikuti perkembangan ekonomi sebagai akibat dari globalisasi
ekonomi dunia tersebut.
Salah satu fenomena nyata dari
pertumbuhan ekonomi akibat dari globalisasi ekonomi ini adalah meningkatnya
kebutuhan perusahaan-perusahaan terhadap modal dan kebutuhan menuntut struktur
permodalan yang kompleks. Perkembangan lebih lanjut dari fenomena ekonomi ini
adalah dalam bentuk penyertaan modal secara informal seperti dalam bidang
licensing, franchise maupun technical assistance.
Akhir-akhir ini, kita sering
mendengar kata waralaba atau franchising, transaksi bisnis yang bertaraf
franchising kini mulai marak karena selain biaya murah dan bahan sudah
disediakan juga tidak terlalu memakan tempat yang begitu luas. Banyak
model-model franchise yang kini muncul disekitar kita, seperti makanan cepat
saji ayam goreng ala KFC, akan tetapi harganya di bawah KFC dan sebagainya.
Pada saat ini dapat dikatakan
bahwa franchise merupakan salah satu segi pemasaran dari banyak kemungkinan
cara memasarkan usaha yang sedang berkembang pesat. Franchising adalah sebuah
bentuk jaringan bisnis, jaringan yang terdiri dari banyak pengusaha yang
bekerja dengan sebuah sistem yang sama.
Salah satu keuntungan bisnis
franchising ini adalah penerima waralaba tidak perlu lagi bersusah payah
mengembangkan usahanya dengan membangun citra yang baik dan terkenal. Ia cukup
menumpang pada pamor yang sudah terkenal dari pemilik waralaba(franchisor),
sehingga demikian penerima waralaba(franchisee) yang umumnya adalah pengusaha
kecil akan menikmati kesukseskan dan keberuntungan dari perusahaan berskala
besar tanpa harus melaksanakan sendiri suatu riset dan pengembangan, pemasaran
dan promosi yang biasanya memerlukan biaya yang sangat besar yang tidak mungkin
dipikul oleh pengusaha kecil tersebut.
Oleh karena sistem yang
disediakan tersebut, seorang pemilik modal atau perusahaan tidak harus memulai
usahanya dari nol, sehingga resiko kegagalan dari usaha pemilik modal menjadi
sangat kecil. Dengan keuntungan dan keunggulan yang ditawarkan dengan model
bisnis franchise ini, banyak masyarakat pemilik modal yang memang pada awalnya
sudah menyiapkan dananya untuk membuka usaha menjadi tertarik untuk
menginvestasikan dananya kedalam format bisnis ini. Tanpa memperhatikan lagi
sisi-sisi kelemahan dan resiko atas bisnis ini.
Meskipun resiko kegagalan dari
pemilik modal sangat kecil, namun bukan berarti format usaha seperti ini bebas
dari resiko. Salah memilih fanchise bisa berbahaya, karena franchising yang
tidak tepat bisa menghambat dalam pengembangan usaha, merusak citra merk
franchisor, mencuri sistem bisnis francishor dan menerapkannya dalam usaha yang
sejenis sehingga menjadi kompetitor bagi franchisor. Franchising pun dapan
terancam apabila franchisor membuka usaha baru yang sejenis dengan usaha yang
telah ia serahkan kepada franchisor sehingga menjadi kompetitor bagi
franchisee.
Dari uraian
latar belakang di atas kami menulis makalah bagaimana franchisee prespektif Islam, dimana
selama ini kita melihat sudah banyak yang menulis mengenai franchising secara
konvensional, olehnya itu kami mengangkat topik ini
“FRANCHISE PERSPEKTIF
ISLAM’’ sebagai judul makalah kami.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1.
Apakah yang dimaksud dengan bisnis franchise itu
?
2.
Bagaimana system pengelolaan franchise ?
C. Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana bisnis franchising secara umum
D. Manfaat
Manfaat
penulisan makalah ini adalah :
1. Sebagai tambahan referensi bagi penulis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Franschise
Franchise atau Waralaba diperkenalkan pertama kali pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer,
pembuat mesin jahit Singer, ketika ingin meningkatkan distribusi penjualan
mesin jahitnya. Walaupun usahanya tersebut gagal, namun dialah yang pertama
kali memperkenalkan format bisnis waralaba ini di AS. Kemudian, caranya ini
diikuti oleh pewaralaba lain yang lebih sukses, John S Pemberton, pendiri Coca
Cola. Namun, menurut sumber lain, yang mengikuti Singer kemudian bukanlah Coca
Cola, melainkan sebuah industri otomotif AS, Generals Motors Industry ditahun
1898. Contoh lain di AS ialah sebuah sistem telegraf, yang telah dioperasikan
oleh berbagai perusahaan jalan kereta api, tetapi dikendalikan oleh Western
Union serta persetujuan eksklusif antar pabrikan mobil dengan dealer.
Waralaba
saat ini lebih didominasi oleh waralaba rumah makan siap saji. Kecenderungan
ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root Beer membuka restauran cepat
sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson bekerjasama dengan Reginald
Sprague untuk memonopoli usaha restauran modern. Gagasan mereka adalah
membiarkan rekanan mereka untuk mandiri menggunakan nama yang sama, makanan,
persediaan, logo dan bahkan membangun desain sebagai pertukaran dengan suatu
pembayaran. Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini mengalami berbagai
penyempurnaan terutama di tahun l950-an yang kemudian dikenal menjadi waralaba
sebagai format bisnis (business format) atau sering pula disebut sebagai
waralaba generasi kedua.
Perkembangan
sistem waralaba yang demikian pesat terutama di negara asalnya, AS, menyebabkan
waralaba digemari sebagai suatu sistem bisnis diberbagai bidang usaha, mencapai
35 persen dari keseluruhan usaha ritel yang ada di AS. Sedangkan di Inggris,
berkembangnya waralaba dirintis oleh J.Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden
Egg, pada tahun 60-an. Bisnis waralaba tidak mengenal diskriminasi. Pemilik
waralaba (franchisor) dalam menyeleksi calon mitra usahanya berpedoman pada
keuntungan bersama, tidak berdasarkan SARA.
Di
Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan
munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan
kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian
lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga
memiliki hak untuk memproduksi produknya .
Sistem
bisnis franchise pada
saat ini tidak hanya pada penjualan produk dalam bentuk barang tetapi sudah
berkembang pada penjualan ide atau jasa. Yang penting dalam perkembangan franchise saat ini adalah bagaimana
mengembangkan konsep atau ide franchisor
agar dapat dikembangkan oleh franchisee
dengan mutu, standar dan keseragaman tetap terjaga
B. Definisi
Franchise
Franchising atau
waralaba (dari bahasa Prancis untuk kejujuran atau kebebasan) adalah hak-hak untuk
menjual suatu produk atau jasa maupun layanan. Sedangkan menurut versi
pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah perikatan dimana
salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan
intelektual (HAKI) atau pertemuan dari
ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan
suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut
dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa. Sedangkan
menurut Asosiasi Franchise
Indonesia, yang dimaksud dengan Waralaba
ialah: Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada
pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada
individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem,
prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu
tertentu meliputi area tertentu.
International Franchise
Association (IFA) mendefinisikan franchise sebagai hubungan kontraktual antara
franchisor dengan franchisee, di mana franchisor berkewajiban menjaga
kepentingan secara kontinyu pada bidang usaha yang dijalankan oleh franchisee
(Alon, 2006). Sedangkan menurut British Franchise Association franchise
didefinisikan sebagai garansi lisensi kontraktual antara satu orang
(franchisor) dengan pihak lain (franchisee).
Para pakar memeberikan
beberapa pengertian tentang waralaba diantaranya:
a. M. Jafar mengemukakan pengertian waralaba adalah pola hubungan kemitraan
antara kelompok mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak
lisensi, merek, saluran distribusi perusahaannya kepada mitra usaha sebagai
penerima waralaba yang disertai dengan bantuan teknis bimbingan manajemen.
b. Yoseph
Mancuso Mengemukakan pengertian waralaba adalah Franchise merupakan suatu
istilah yang menunjukan hubungan antara dua pihak atau lebih guna
mendistribusikan barang atau jasa.
c. Douglas J. Quen mengatakan bahwa franchise ialah suatu metode perluasan,
pemasaran dan bisnis, yaitu perluasan dan distribusi produk serta pelayanan
dengan membagi bersama standar pemasaran dan operasional.
d. Dalam buku
ensikopledi manajemen mengungkapkan pengertian waralaba adalah hak istimewa
atau hak khusus yang diberikan oleh pemerintah untuk mengoperasikan pelayanan
kendaraan untuk umum, misalnya motor dan jalan di kota tertentu. Dan istilah
inipun kadang-kadang dipergunakan untuk menunjukan hak istimewa oleh organisasi
swasta, misalnya pemberian wilayah eklusif pada agen penjualan oleh suatu
perusahaan swasta.
Franchisor atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan
hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan
intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya. Franchisee
atau penerima waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak
untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.
Pada saat ini dapat dikatakan
bahwa franchising merupakan salah satu segi pemasaran dari banyak kemungkinan
cara memasarkan usaha yang sedang berkembang pesat. Franchising adalah sebuah
bentuk jaringan bisnis, jaringan yang terdiri dari banyak pengusaha yang
bekerja dengan sebuah sistem yang sama.
Salah satu keuntungan bisnis
franchising ini adalah penerima waralaba tidak perlu lagi bersusah payah
mengembangkan usahanya dengan membangun citra yang baik dan terkenal. Ia cukup
menumpang pada pamor yang sudah terkenal dari pemilik waralaba(franchisor),
sehingga demikian penerima waralaba(franchisee) yang umumnya adalah pengusaha
kecil akan menikmati kesukseskan dan keberuntungan dari perusahaan berskala
besar tanpa harus melaksanakan sendiri suatu riset dan pengembangan, pemasaran
dan promosi yang biasanya memerlukan biaya yang sangat besar yang tidak mungkin
dipikul oleh pengusaha kecil tersebut.
Oleh karena sistem yang
disediakan tersebut, seorang pemilik modal atau perusahaan tidak harus memulai
usahanya dari nol, sehingga resiko kegagalan dari usaha pemilik modal menjadi sangat
kecil. Dengan keuntungan dan keunggulan yang ditawarkan dengan model bisnis
franchise ini, banyak masyarakat pemilik modal yang memang pada awalnya sudah
menyiapkan dananya untuk membuka usaha menjadi tertarik untuk menginvestasikan
dananya kedalam format bisnis ini. Tanpa memperhatikan lagi sisi-sisi kelemahan
dan resiko atas bisnis ini.
Meskipun resiko kegagalan dari
pemilik modal sangat kecil, namun bukan berarti format usaha seperti ini bebas
dari resiko. Salah memilih fanchisee bisa berbahaya, karena franchisee yang
tidak tepat bisa menghambat dalam pengembangan usaha, merusak citra merk
franchisor, mencuri sistem bisnis francishor dan menerapkannya dalam usaha yang
sejenis sehingga menjadi kompetitor bagi franchisor. Franchisee pun dapat
terancam apabila franchisor membuka usaha baru yang sejenis dengan usaha yang
telah ia serahkan kepada franchisee sehingga menjadi kompetitor bagi
franchisee.
Berdasarkan masalah-masalah
yang dikemukakan diatas, menunjukkan bahwa bisnis franchise ini juga berpotensi
menimbulkan konflik. Maka dari itu, diperlukan adanya suatu hukum yang mengatur
dan melindungi hak-hak yang terlibat dalam bisnis franchise ini.
B.1.
Keunggulan dan kelemahan Franchise
Franchise
sebagai pranata sosial di bidang perdagangan tidaklah bebas dari
kelemahan-kelemahan. Namun demikian sistem franchise ini sedikit banyaknya
tetap mempunyai keunggulan. Jika dibandingkan dengan sistem perdagangan yang
konvensional. Berikut ini akan di identifikasi keunggulan dan kelemahan yang
dimungkinkan dalam bisnis ini. Hal ini penting oleh karena dengan mengetahui
keunggulan dan kelemahannya maka kita dapat menentukan langkah-langkah,
khususnya langkah antisipasi jika hendak terjun ke dalam sistem bisnis
franchise ini.
a. Keunggulan Franchise
Keunggulan sistem bisnis
franchise ini dapat dikemukakan dengan mengidentifikasikan
keuntungan-keuntungan apa yang dapat diperoleh oleh franchisee dan franchisor jika
mereka menjadi pihak dalam sistem bisnis franchise ini. Adapun
keuntungan-keuntungan yang dimungkinkan dari sistem bisnis franchise ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagi pemilik franchise (Franchisor)
Ø Sistem usaha dapat berkembang
cepat dengan menggunakan modal dan motivasi dari pemegang franchisee
(Franchisor).
Ø Suatu wilayah pasar atau suatu
pasar yang baru mudah dikembangkan karena nama dan citra pemilik franchise
(Franchisor) dapat meluas dengan cepat melalui unit-unit usaha franchise.
Ø Modal untuk memperluas usaha
lebih kecil karena sebagian besar biaya untuk mendirikan unit usaha baru
dipikul oleh pemegang franchise.
Ø Unit usaha yang dikelola oleh
pemiliknya sendiri jelas akan memiliki motivasi yang kuat untuk memberikan
pelayanan yang baik pada pelanggan.
Ø Franchisor tidak banyak
membutuhkan karyawan, kantor pusat jauh lebih ramping daripada kantor pusat
suatu perusahaan yang memiliki jaringan cabang-cabang milik sendiri.
Ø Daya beli kelompok usaha
secara keseluruhan meningkat , setiap kali dibuka satu unit usaha franchise
yang baru.
Ø Kehadiran kelompok usaha dalam
pasar terasa, setiap kali dibuka unit usaha franchise yang baru, selain itu
banyak dana dapat dihemat karena promosi dan periklanan dapat dilakukan sebagai
satu kelompok.
Ø Hasil belum terlihat satu dua
tahun pertama karena pengeluaran masih besar, tetapi dalam tahun ketiga atau
keempat dan selanjutnya pemgembalian investasi akan cukup tinggi.
2. Bagi pemegang Franchise (Franchisee)
Ø kemungkinan berhasil lebih
besar dibandingkan jika memulai usaha dengan tenaga sendiri serta nama/merek
dagang sendiri yang masih baru.
Ø Franchisee sebagai pemilik
unit usaha bersangkutan bebas berkarya dalam lingkungan yang telah rapi dan
stabil.
Ø Franchisee memiliki kemudahan
dalam membeli sediaan sebagai anggota dari kelompok yang besar.
Ø Franchisee dapat memanfaatkan
produk baru yang dikembangkan oleh bagian penelitian dari pihak franchisor.
Ø Franchisee dapat memanfaatkan
pelayanan berupa petunjuk di bidang keuangan dan manajemen dari pihak
franchisor serta bantuan dalam pengambilan keputusan.
Ø franchisee turut menikmati
reputasi, kekuatan dan keharuman nama dagang/merek dari franchisor.
Ø Franchisee dapat memanfaatkan
paket-paket keuangan yang mungkin disediakan oleh franchisor dalam sistem
perbankan .
Ø Franchisee menikmati
pelatihan-pelatihan yang diperlukan dari pihak franchisor.
Ø Franchisee dapat bekerja
dengan menggunakan sistem yang sudah mantap, prosedur dan pedoman operasi yang
sudah standar, sehingga dengan demikian tidak perlu bersusah payah menciptakan
suatu strategi pemasaran baru atau sistem manajemen baru yang sama sekali belum
teruji kehandalannya dalam praktek perdagangan barang atau jasa.
b. Kelemahan sistem franchise
Sistem bisnis franchise
sebagai pranata ekonomi tidak bebas dari kelemahan-kelemahan. Kelemahan sistem
ini dapat dikemukakan dengan mengindentifikasi kemungkinan-kemungkinan yang
dapat timbul sebagai sesuatu yang tidak diharapkan oleh pihak franchisor dan
pihak franchisee ketika menggunakan sistem ini.
Kelemahan-kelemahan sistem
franchise ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Bagi Pemilik Franchise (Franchisor)
Ø Franchisor tidak dapat
mendikte franchisee, dimana jika ia ingin mengadakan perubahan, ia harus
berusaha memotivasi franchisee agar mau menerima perubahan bersangkutan.
Ø Harapan franchisee sering
terlalu tinggi mengharapkan cepat mendapat untung yang besar sehingga
franchisor harus berusaha keras untuk menurunkan harapan yang tinggi tersebut.
Ø Franchisor tidak dapat
mengadakan perubahan dengan cepat terutama jika melibatkan tambahan biaya.
Perubahan biasanya baru dilakukan melalui musyawarah dengan pihak franchisee.
Ø Jika pemegang franchise
(franchisee) yang dipilih tidak tepat maka akan dapat menghancurkan reputasi
dari franchisor.
Ø Sistem franchise adalah suatu
ikatan jangka panjang sehingga franchisor tidak dapat begitu saja mengakhiri
kegiatan franchise secara sepihak tanpa alasan yang sah.
2. Bagi Pemegang Franchise (Franchisee)
Ø Adanya keterikatan pada
franchisor, dimana jenis produk yang dapat ditawarkan oleh pihak franchisee
biasanya terbatas dan sangat bergantung pada prestasi franchisor.
Ø Biaya yang harus dikeluarkan
untuk menjadi pemegang franchise (Franchisee) tidak sedikit karena harus
membayar uang pangkal dan royalti, sehingga dapat mengakibatkan hutang dari
pihak franchisee kepada pihak franchisor.
Ø Franchisee adalah bagian dari
lingkungan tertentu sehingga ia tidak bebas lagi dalam menjalankan usaha, ia
harus memenuhi segala peraturan yang telah ditetapkan oleh franchisor.
Ø Franchisee kadang-kadang
diwajibkan untuk mencapai tingkat prestasi tertentu, misalnya tingkat penjualan
tertentu yang biasanya cukup tinggi.
C. Jenis – Jenis Franchise
Menurut International Franchise Association
(IFA) ada 4 jenis franchisee yaitu :
1. Product FranchiseProdusen memberikan hak kepada pemilik toko untuk
mendistribusikan barang-barang milik pabrik dan mengijinkan pemilik toko untuk
menggunakan nama dan merek dagang pabrik. Pemilik toko harus membayar sejumlah
biaya atau membeli persediaan minimum sebagai timbal balik dari hak-hak ini.
2. Manufacturing Franchises
Jenis franchise ini memberikan hak pada suatu badan
usaha untuk membuat suatu produk dan menjualnya pada masyarakat, dengan
menggunakan merek dagang dan merek franchisor. Jenis franchise ini seringkali
ditemukan dalam industri makanan dan minuman.
3. Business Oportunity
Ventures
Bentuk ini mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli
dan mendistribusikan produk-produk dari suatu perusahaan tertentu. Perusahaan
harus menyediakan pelanggan atau rekening bagi pemilik bisnis, dan sebagai
timbal baliknya pemilik bisnis harus membayarkan suatu biaya atau prestasi
sebagai kompensasinya. Contohnya, pengusahaan mesin-mesin penjualan otomatis
atau distributorship.
4. Business Format Franchising
Ini merupakan bentuk franchising yang paling populer
di dalam praktek, di mana perusahaan menyediakan suatu metode yang telah
terbukti kesuksesannya untuk dioperasikan oleh pemilik bisnis dengan
menggunakan nama dan merek dagang perusahaan.
D. Franchise dalam Pandangan Hukum Positif
Di
Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan
munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan
kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian
lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga
memiliki hak untuk memproduksi produknya . Agar waralaba dapat berkembang
dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah
kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor maupun franchisee.
Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum
yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak
kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni
1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun
1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut
dan diganti dengan PP No 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya
ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis
waralaba adalah sebagai berikut:
1) Undang-undang
No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
2) Undang-undang
No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
3) Undang-undang
No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
4) Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli
1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
5) Peraturan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang
Penyelenggaraan Waralaba
Menurut pasal 1 PP No. 16
Tahun 1997 tentang tata cara pelaksanaan pendaftaran waralaba, pengertian
waralaba (franchisee) adalah : “perikatan di mana salah satu pihak diberikan
hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan
berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka
penyediaan dan/atau penjualan barang atau jasa”.
Waralaba dapat dibedakan
menjadi dua bentuk, yaitu waralaba merek dan produk dagang (product and trade
franchise) dan waralaba format bisnis (business format franchise). Dalam
Waralaba merek dagang dan produk, pemberi waralaba memberikan hak kepada
penerima waralaba untuk menjual produk yang dikembangkan oleh pemberi waralaba
disertai dengan izin untuk menggunakan merek dagangnya. Atas pemberian izin
pengunaan merek dagang tersebut pemberi waralaba mendapatkan suatu bentuk
bayaran royalty di muka, dan selajutnya dia juga mendapat keuntungan dari
penjualan produknya. Misalnya: SPBU menggunakan nama/merek dagang PERTAMINA.
Sedangkan waralaba format
bisnis adalah pemberian sebuah lisensi oleh seseorang kepada pihak lain,
lisensi tersebut memberikan hak kepada penerima waralaba untuk berusaha dengan
menggunakan merek dagang atau nama dagang pemberi waralaba dan untuk
menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan
untuk membuat seseorang yang sebelumnya belum terlatih menjadi terampil dalam
bisnis dan untuk menjalankannya dengan bantuan yang terus-menerus atas
dasar-dasar yang telah ditentukan sebelumnya. Waralaba format bisnis ini
terdiri dari :
1) Konsep
bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba.
2) Adanya
proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis, sesuai
dengan konsep pemberi waralaba.
3) Proses
bantuan dan bimbingan terus-menerus dari pihak pemberi waralaba.
Dalam bisnis franchise ini,
yang dapat diminta dari franchisor oleh franchisee adalah sebagai berikut :
1) Brand name
yang meliputi logo, peralatan dan lain-lain.
2) Sistem dan
manual operasional bisnis.
3) Dukungan
dalam beroperasi. Karena franchisor lebih mempunyai pengalaman luas.
4) Pengawasan
(monitoring). Untuk memastikan bahwa sistem yang disediakan dijalankan dengan
baik dan benar secara konsisten.
5) Penggabungan
promosi/joint promotion, hal ini berkaitan dengan brand name.
6) Pemasokan,
ini berlaku bagi franchisee tertentu, misalnya bagi franchisor yang merupakan
supplier bahan makanan/minuman. Kadang franchisor juga memasok mesin-mesin atau
peralatan yang diperlukan.
Franchisor yang baik biasanya
ikut membantu franchisee untuk mendapatkan sumber dana modal dari investor
(fund supply) seperti bank misalnya, meskipun itu jarang sekali. Perjanjan
waralaba adalah perjanjian formal. Hal tersebut dikarenakan perjanjian waralaba
memang disyaratkan pada pasal 2 PP No. 16 Tahun 1997 untuk dibuat secara
tertulis dalam bahasa Indonesia. Hal ini diperlukan sebagai perlindungan bagi
kedua belah pihak yang terlibat dalam perjanjian waralaba.
Secara umum dikenal adanya dua
macam atau jenis kompensasi yang dapat diminta oleh pemberi waralaba
(franchisor) dari penerima waralaba (franchisee) :
Pertama, kompensasi langsung
dalam bentuk moneter (direct monetary compensation) adalah lump sum payment dan
royalty. Lump sum payment adalah suatu jumlah uang yang telah dihitung terlebih
dahulu yang wajib dibayarkan oleh penerima waralaba (franchisee) pada saat
persetujuan pemberian waralaba disepakati. Sedangkan royalty adalah jumlah
pembayaran yang dikaitkan dengan suatu presentasi tertentu yang dihitung dari
jumlah produksi dan/atau penjualan barang dan/atau jasa yang diproduksi atau
dijual berdasarkan perjanjian, baik disertai dengan ikatan suatu jumlah minimum
atau maksimum jumlah royalty tertentu atau tidak.
Kedua, kompensasi tidak
langsung dalam bentuk nilai moneter (indirect and nonmenetary compensation).
Meliputi antara lain keuntungan sebagai akibat dari penjualan barang modal atau
bahan mentah, yang merupakan satu paket dengan pemberian waralaba, pembayaran
dalam bentuk deviden ataupun bunga pinjaman dalam hal pemberi waralaba juga
turut memberikan bantuan financial, baik dalam bentuk ekuitas atau dalam wujud
pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang, cost shifting atau pengalihan
atas sebagian biaya yang harus dikeluarkan oleh pemberi waralaba, perolehan
data pasar dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh penerima lisensi dan lain
sebagainya.
Menurut pasal 3 ayat 1 PP nNo.
16 Tahun 1997, bahwa pemberi waralaba sebelum mengadakan perjanjian dengan
penerima waralaba wajib menyampaikan keterangan-keterangan antara lain
mengenai, nama pihak pemberi waralaba, hak atas kekayaan intelektual,
persyaratan-persyaratan, bantuan dan fasilitas, hak dan kewajiban, pengakhiran,
pembatalan dan perpanjangan perjanjian.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dia atas maka dapat disimpulkan bahwa Waralaba adalah suatu sistem bisnis baru yang dikenalkan oleh amerika dan
menjadi bisnis yang diterima oleh pemerinatahan Indonesia dengan
dikeluarkannya peraturan-peraturan tentang waralaba tersebut. Waralaba adalah
kerjasama antara franchisor dengan franchise untuk memperluas pemasaran suatu
produk yang sudah dikembangkan oleh franchisor terlebih dahulu.
Dalam waralaba terdapat tiga
bentuk transaksi yaitu transaksi penyewaan lisensi, transaksi penyewaan
manajeman, transaksi pembayaran royalty. Ketiga transaksi ini dibolehkan dalam
Islam karena sama dengan sistem ijarah.
B. Saran
Penerapan franchise secara umum dimana kerugian di tanggung masing-masing
pemegang franchisee dan modal yang di keluarkan dianggap hangus.
Daftar Pustaka
Adnan,Habib,SE “DinamikaDunia Franchise”.Jakarta:MUI
Tk.I Bandung-CV Mizan,1997.
Website:WWW.CircleK.co.id
Website:www.Scribd.com
No comments:
Post a Comment