Friday, November 14, 2014

franchise



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Globalisasi ekonomi dunia sebagai suatu fenomena pada dekade terakhir ini tidak bisa dihindari. Kehadiran Indonesia pada peta ekonomi dunia tidak bisa dipungkiri lagi menuntut kemampuan untuk berkembang sebagai suatu kekuatan baru ekonomi dari dunia ketiga. Perkembangan ekonomi yang begitu cepat menuntut kesiapan dan kemampuan pranata hukum dalam mengikuti perkembangan ekonomi sebagai akibat dari globalisasi ekonomi dunia tersebut.
Salah satu fenomena nyata dari pertumbuhan ekonomi akibat dari globalisasi ekonomi ini adalah meningkatnya kebutuhan perusahaan-perusahaan terhadap modal dan kebutuhan menuntut struktur permodalan yang kompleks. Perkembangan lebih lanjut dari fenomena ekonomi ini adalah dalam bentuk penyertaan modal secara informal seperti dalam bidang licensing, franchise maupun technical assistance.
Akhir-akhir ini, kita sering mendengar kata waralaba atau franchising, transaksi bisnis yang bertaraf franchising kini mulai marak karena selain biaya murah dan bahan sudah disediakan juga tidak terlalu memakan tempat yang begitu luas. Banyak model-model franchise yang kini muncul disekitar kita, seperti makanan cepat saji ayam goreng ala KFC, akan tetapi harganya di bawah KFC dan sebagainya.
Pada saat ini dapat dikatakan bahwa franchise merupakan salah satu segi pemasaran dari banyak kemungkinan cara memasarkan usaha yang sedang berkembang pesat. Franchising adalah sebuah bentuk jaringan bisnis, jaringan yang terdiri dari banyak pengusaha yang bekerja dengan sebuah sistem yang sama.
Salah satu keuntungan bisnis franchising ini adalah penerima waralaba tidak perlu lagi bersusah payah mengembangkan usahanya dengan membangun citra yang baik dan terkenal. Ia cukup menumpang pada pamor yang sudah terkenal dari pemilik waralaba(franchisor), sehingga demikian penerima waralaba(franchisee) yang umumnya adalah pengusaha kecil akan menikmati kesukseskan dan keberuntungan dari perusahaan berskala besar tanpa harus melaksanakan sendiri suatu riset dan pengembangan, pemasaran dan promosi yang biasanya memerlukan biaya yang sangat besar yang tidak mungkin dipikul oleh pengusaha kecil tersebut.
Oleh karena sistem yang disediakan tersebut, seorang pemilik modal atau perusahaan tidak harus memulai usahanya dari nol, sehingga resiko kegagalan dari usaha pemilik modal menjadi sangat kecil. Dengan keuntungan dan keunggulan yang ditawarkan dengan model bisnis franchise ini, banyak masyarakat pemilik modal yang memang pada awalnya sudah menyiapkan dananya untuk membuka usaha menjadi tertarik untuk menginvestasikan dananya kedalam format bisnis ini. Tanpa memperhatikan lagi sisi-sisi kelemahan dan resiko atas bisnis ini.
Meskipun resiko kegagalan dari pemilik modal sangat kecil, namun bukan berarti format usaha seperti ini bebas dari resiko. Salah memilih fanchise bisa berbahaya, karena franchising yang tidak tepat bisa menghambat dalam pengembangan usaha, merusak citra merk franchisor, mencuri sistem bisnis francishor dan menerapkannya dalam usaha yang sejenis sehingga menjadi kompetitor bagi franchisor. Franchising pun dapan terancam apabila franchisor membuka usaha baru yang sejenis dengan usaha yang telah ia serahkan kepada franchisor sehingga menjadi kompetitor bagi franchisee.
Dari uraian latar belakang di atas kami menulis makalah bagaimana franchisee prespektif Islam, dimana selama ini kita melihat sudah banyak yang menulis mengenai franchising secara konvensional, olehnya itu kami mengangkat topik ini “FRANCHISE PERSPEKTIF ISLAM’’ sebagai judul makalah kami.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1.      Apakah yang dimaksud dengan bisnis franchise itu ?
2.      Bagaimana system pengelolaan franchise ?
C.    Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui bagaimana bisnis franchising secara umum
D.    Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah :
1.      Sebagai tambahan referensi bagi penulis.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Franschise
Franchise atau Waralaba diperkenalkan pertama kali pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer, pembuat mesin jahit Singer, ketika ingin meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya. Walaupun usahanya tersebut gagal, namun dialah yang pertama kali memperkenalkan format bisnis waralaba ini di AS. Kemudian, caranya ini diikuti oleh pewaralaba lain yang lebih sukses, John S Pemberton, pendiri Coca Cola. Namun, menurut sumber lain, yang mengikuti Singer kemudian bukanlah Coca Cola, melainkan sebuah industri otomotif AS, Generals Motors Industry ditahun 1898. Contoh lain di AS ialah sebuah sistem telegraf, yang telah dioperasikan oleh berbagai perusahaan jalan kereta api, tetapi dikendalikan oleh Western Union serta persetujuan eksklusif antar pabrikan mobil dengan dealer.
Waralaba saat ini lebih didominasi oleh waralaba rumah makan siap saji. Kecenderungan ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root Beer membuka restauran cepat sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restauran modern. Gagasan mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri menggunakan nama yang sama, makanan, persediaan, logo dan bahkan membangun desain sebagai pertukaran dengan suatu pembayaran. Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini mengalami berbagai penyempurnaan terutama di tahun l950-an yang kemudian dikenal menjadi waralaba sebagai format bisnis (business format) atau sering pula disebut sebagai waralaba generasi kedua.
Perkembangan sistem waralaba yang demikian pesat terutama di negara asalnya, AS, menyebabkan waralaba digemari sebagai suatu sistem bisnis diberbagai bidang usaha, mencapai 35 persen dari keseluruhan usaha ritel yang ada di AS. Sedangkan di Inggris, berkembangnya waralaba dirintis oleh J.Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg, pada tahun 60-an. Bisnis waralaba tidak mengenal diskriminasi. Pemilik waralaba (franchisor) dalam menyeleksi calon mitra usahanya berpedoman pada keuntungan bersama, tidak berdasarkan SARA.
Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya .
Sistem bisnis franchise pada saat ini tidak hanya pada penjualan produk dalam bentuk barang tetapi sudah berkembang pada penjualan ide atau jasa. Yang penting dalam perkembangan franchise saat ini adalah bagaimana mengembangkan konsep atau ide franchisor agar dapat dikembangkan oleh franchisee dengan mutu, standar dan keseragaman tetap terjaga

B.     Definisi Franchise
Franchising atau waralaba (dari bahasa Prancis untuk kejujuran atau kebebasan) adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan. Sedangkan menurut versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa. Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan Waralaba ialah: Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.
International Franchise Association (IFA) mendefinisikan franchise sebagai hubungan kontraktual antara franchisor dengan franchisee, di mana franchisor berkewajiban menjaga kepentingan secara kontinyu pada bidang usaha yang dijalankan oleh franchisee (Alon, 2006). Sedangkan menurut British Franchise Association franchise didefinisikan sebagai garansi lisensi kontraktual antara satu orang (franchisor) dengan pihak lain (franchisee).
Para pakar memeberikan beberapa pengertian tentang waralaba diantaranya:
a.       M. Jafar mengemukakan pengertian waralaba adalah pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak lisensi, merek, saluran distribusi perusahaannya kepada mitra usaha sebagai penerima waralaba yang disertai dengan bantuan teknis bimbingan manajemen.
b.      Yoseph Mancuso Mengemukakan pengertian waralaba adalah Franchise merupakan suatu istilah yang menunjukan hubungan antara dua pihak atau lebih guna mendistribusikan barang atau jasa.
c.       Douglas J. Quen mengatakan bahwa franchise ialah suatu metode perluasan, pemasaran dan bisnis, yaitu perluasan dan distribusi produk serta pelayanan dengan membagi bersama standar pemasaran dan operasional.
d.      Dalam buku ensikopledi manajemen mengungkapkan pengertian waralaba adalah hak istimewa atau hak khusus yang diberikan oleh pemerintah untuk mengoperasikan pelayanan kendaraan untuk umum, misalnya motor dan jalan di kota tertentu. Dan istilah inipun kadang-kadang dipergunakan untuk menunjukan hak istimewa oleh organisasi swasta, misalnya pemberian wilayah eklusif pada agen penjualan oleh suatu perusahaan swasta.
Franchisor atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya. Franchisee atau penerima waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.
Pada saat ini dapat dikatakan bahwa franchising merupakan salah satu segi pemasaran dari banyak kemungkinan cara memasarkan usaha yang sedang berkembang pesat. Franchising adalah sebuah bentuk jaringan bisnis, jaringan yang terdiri dari banyak pengusaha yang bekerja dengan sebuah sistem yang sama.
Salah satu keuntungan bisnis franchising ini adalah penerima waralaba tidak perlu lagi bersusah payah mengembangkan usahanya dengan membangun citra yang baik dan terkenal. Ia cukup menumpang pada pamor yang sudah terkenal dari pemilik waralaba(franchisor), sehingga demikian penerima waralaba(franchisee) yang umumnya adalah pengusaha kecil akan menikmati kesukseskan dan keberuntungan dari perusahaan berskala besar tanpa harus melaksanakan sendiri suatu riset dan pengembangan, pemasaran dan promosi yang biasanya memerlukan biaya yang sangat besar yang tidak mungkin dipikul oleh pengusaha kecil tersebut.
Oleh karena sistem yang disediakan tersebut, seorang pemilik modal atau perusahaan tidak harus memulai usahanya dari nol, sehingga resiko kegagalan dari usaha pemilik modal menjadi sangat kecil. Dengan keuntungan dan keunggulan yang ditawarkan dengan model bisnis franchise ini, banyak masyarakat pemilik modal yang memang pada awalnya sudah menyiapkan dananya untuk membuka usaha menjadi tertarik untuk menginvestasikan dananya kedalam format bisnis ini. Tanpa memperhatikan lagi sisi-sisi kelemahan dan resiko atas bisnis ini.
Meskipun resiko kegagalan dari pemilik modal sangat kecil, namun bukan berarti format usaha seperti ini bebas dari resiko. Salah memilih fanchisee bisa berbahaya, karena franchisee yang tidak tepat bisa menghambat dalam pengembangan usaha, merusak citra merk franchisor, mencuri sistem bisnis francishor dan menerapkannya dalam usaha yang sejenis sehingga menjadi kompetitor bagi franchisor. Franchisee pun dapat terancam apabila franchisor membuka usaha baru yang sejenis dengan usaha yang telah ia serahkan kepada franchisee sehingga menjadi kompetitor bagi franchisee.
Berdasarkan masalah-masalah yang dikemukakan diatas, menunjukkan bahwa bisnis franchise ini juga berpotensi menimbulkan konflik. Maka dari itu, diperlukan adanya suatu hukum yang mengatur dan melindungi hak-hak yang terlibat dalam bisnis franchise ini.
B.1. Keunggulan dan kelemahan Franchise
Franchise sebagai pranata sosial di bidang perdagangan tidaklah bebas dari kelemahan-kelemahan. Namun demikian sistem franchise ini sedikit banyaknya tetap mempunyai keunggulan. Jika dibandingkan dengan sistem perdagangan yang konvensional. Berikut ini akan di identifikasi keunggulan dan kelemahan yang dimungkinkan dalam bisnis ini. Hal ini penting oleh karena dengan mengetahui keunggulan dan kelemahannya maka kita dapat menentukan langkah-langkah, khususnya langkah antisipasi jika hendak terjun ke dalam sistem bisnis franchise ini.
a.      Keunggulan Franchise
Keunggulan sistem bisnis franchise ini dapat dikemukakan dengan mengidentifikasikan keuntungan-keuntungan apa yang dapat diperoleh oleh franchisee dan franchisor jika mereka menjadi pihak dalam sistem bisnis franchise ini. Adapun keuntungan-keuntungan yang dimungkinkan dari sistem bisnis franchise ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi pemilik franchise (Franchisor)
Ø  Sistem usaha dapat berkembang cepat dengan menggunakan modal dan motivasi dari pemegang franchisee (Franchisor).
Ø  Suatu wilayah pasar atau suatu pasar yang baru mudah dikembangkan karena nama dan citra pemilik franchise (Franchisor) dapat meluas dengan cepat melalui unit-unit usaha franchise.
Ø  Modal untuk memperluas usaha lebih kecil karena sebagian besar biaya untuk mendirikan unit usaha baru dipikul oleh pemegang franchise.
Ø  Unit usaha yang dikelola oleh pemiliknya sendiri jelas akan memiliki motivasi yang kuat untuk memberikan pelayanan yang baik pada pelanggan.
Ø  Franchisor tidak banyak membutuhkan karyawan, kantor pusat jauh lebih ramping daripada kantor pusat suatu perusahaan yang memiliki jaringan cabang-cabang milik sendiri.
Ø  Daya beli kelompok usaha secara keseluruhan meningkat , setiap kali dibuka satu unit usaha franchise yang baru.
Ø  Kehadiran kelompok usaha dalam pasar terasa, setiap kali dibuka unit usaha franchise yang baru, selain itu banyak dana dapat dihemat karena promosi dan periklanan dapat dilakukan sebagai satu kelompok.
Ø  Hasil belum terlihat satu dua tahun pertama karena pengeluaran masih besar, tetapi dalam tahun ketiga atau keempat dan selanjutnya pemgembalian investasi akan cukup tinggi.

2. Bagi pemegang Franchise (Franchisee)
Ø  kemungkinan berhasil lebih besar dibandingkan jika memulai usaha dengan tenaga sendiri serta nama/merek dagang sendiri yang masih baru.
Ø  Franchisee sebagai pemilik unit usaha bersangkutan bebas berkarya dalam lingkungan yang telah rapi dan stabil.
Ø  Franchisee memiliki kemudahan dalam membeli sediaan sebagai anggota dari kelompok yang besar.
Ø  Franchisee dapat memanfaatkan produk baru yang dikembangkan oleh bagian penelitian dari pihak franchisor.
Ø  Franchisee dapat memanfaatkan pelayanan berupa petunjuk di bidang keuangan dan manajemen dari pihak franchisor serta bantuan dalam pengambilan keputusan.
Ø  franchisee turut menikmati reputasi, kekuatan dan keharuman nama dagang/merek dari franchisor.
Ø  Franchisee dapat memanfaatkan paket-paket keuangan yang mungkin disediakan oleh franchisor dalam sistem perbankan .
Ø  Franchisee menikmati pelatihan-pelatihan yang diperlukan dari pihak franchisor.
Ø  Franchisee dapat bekerja dengan menggunakan sistem yang sudah mantap, prosedur dan pedoman operasi yang sudah standar, sehingga dengan demikian tidak perlu bersusah payah menciptakan suatu strategi pemasaran baru atau sistem manajemen baru yang sama sekali belum teruji kehandalannya dalam praktek perdagangan barang atau jasa.


b.   Kelemahan sistem franchise
Sistem bisnis franchise sebagai pranata ekonomi tidak bebas dari kelemahan-kelemahan. Kelemahan sistem ini dapat dikemukakan dengan mengindentifikasi kemungkinan-kemungkinan yang dapat timbul sebagai sesuatu yang tidak diharapkan oleh pihak franchisor dan pihak franchisee ketika menggunakan sistem ini.
Kelemahan-kelemahan sistem franchise ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Bagi Pemilik Franchise (Franchisor)
Ø  Franchisor tidak dapat mendikte franchisee, dimana jika ia ingin mengadakan perubahan, ia harus berusaha memotivasi franchisee agar mau menerima perubahan bersangkutan.
Ø  Harapan franchisee sering terlalu tinggi mengharapkan cepat mendapat untung yang besar sehingga franchisor harus berusaha keras untuk menurunkan harapan yang tinggi tersebut.
Ø  Franchisor tidak dapat mengadakan perubahan dengan cepat terutama jika melibatkan tambahan biaya. Perubahan biasanya baru dilakukan melalui musyawarah dengan pihak franchisee.
Ø  Jika pemegang franchise (franchisee) yang dipilih tidak tepat maka akan dapat menghancurkan reputasi dari franchisor.
Ø  Sistem franchise adalah suatu ikatan jangka panjang sehingga franchisor tidak dapat begitu saja mengakhiri kegiatan franchise secara sepihak tanpa alasan yang sah.
2. Bagi Pemegang Franchise (Franchisee)
Ø  Adanya keterikatan pada franchisor, dimana jenis produk yang dapat ditawarkan oleh pihak franchisee biasanya terbatas dan sangat bergantung pada prestasi franchisor.
Ø  Biaya yang harus dikeluarkan untuk menjadi pemegang franchise (Franchisee) tidak sedikit karena harus membayar uang pangkal dan royalti, sehingga dapat mengakibatkan hutang dari pihak franchisee kepada pihak franchisor.
Ø  Franchisee adalah bagian dari lingkungan tertentu sehingga ia tidak bebas lagi dalam menjalankan usaha, ia harus memenuhi segala peraturan yang telah ditetapkan oleh franchisor.
Ø  Franchisee kadang-kadang diwajibkan untuk mencapai tingkat prestasi tertentu, misalnya tingkat penjualan tertentu yang biasanya cukup tinggi.

C.     Jenis – Jenis Franchise
Menurut International Franchise Association (IFA) ada 4 jenis franchisee yaitu :
1.      Product FranchiseProdusen memberikan hak kepada pemilik toko untuk mendistribusikan barang-barang milik pabrik dan mengijinkan pemilik toko untuk menggunakan nama dan merek dagang pabrik. Pemilik toko harus membayar sejumlah biaya atau membeli persediaan minimum sebagai timbal balik dari hak-hak ini.
2.      Manufacturing Franchises
Jenis franchise ini memberikan hak pada suatu badan usaha untuk membuat suatu produk dan menjualnya pada masyarakat, dengan menggunakan merek dagang dan merek franchisor. Jenis franchise ini seringkali ditemukan dalam industri makanan dan minuman.
3.      Business Oportunity Ventures
Bentuk ini mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli dan mendistribusikan produk-produk dari suatu perusahaan tertentu. Perusahaan harus menyediakan pelanggan atau rekening bagi pemilik bisnis, dan sebagai timbal baliknya pemilik bisnis harus membayarkan suatu biaya atau prestasi sebagai kompensasinya. Contohnya, pengusahaan mesin-mesin penjualan otomatis atau distributorship.
4.      Business Format Franchising
Ini merupakan bentuk franchising yang paling populer di dalam praktek, di mana perusahaan menyediakan suatu metode yang telah terbukti kesuksesannya untuk dioperasikan oleh pemilik bisnis dengan menggunakan nama dan merek dagang perusahaan.

D.    Franchise dalam Pandangan Hukum Positif
Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya . Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor maupun franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP No 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut:
1)      Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
2)      Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
3)      Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
4)      Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
5)      Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba
Menurut pasal 1 PP No. 16 Tahun 1997 tentang tata cara pelaksanaan pendaftaran waralaba, pengertian waralaba (franchisee) adalah : “perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan/atau penjualan barang atau jasa”.
Waralaba dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu waralaba merek dan produk dagang (product and trade franchise) dan waralaba format bisnis (business format franchise). Dalam Waralaba merek dagang dan produk, pemberi waralaba memberikan hak kepada penerima waralaba untuk menjual produk yang dikembangkan oleh pemberi waralaba disertai dengan izin untuk menggunakan merek dagangnya. Atas pemberian izin pengunaan merek dagang tersebut pemberi waralaba mendapatkan suatu bentuk bayaran royalty di muka, dan selajutnya dia juga mendapat keuntungan dari penjualan produknya. Misalnya: SPBU menggunakan nama/merek dagang PERTAMINA.
Sedangkan waralaba format bisnis adalah pemberian sebuah lisensi oleh seseorang kepada pihak lain, lisensi tersebut memberikan hak kepada penerima waralaba untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang atau nama dagang pemberi waralaba dan untuk menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seseorang yang sebelumnya belum terlatih menjadi terampil dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan bantuan yang terus-menerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan sebelumnya. Waralaba format bisnis ini terdiri dari :
1)      Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba.
2)      Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis, sesuai dengan konsep pemberi waralaba.
3)      Proses bantuan dan bimbingan terus-menerus dari pihak pemberi waralaba.
Dalam bisnis franchise ini, yang dapat diminta dari franchisor oleh franchisee adalah sebagai berikut :
1)      Brand name yang meliputi logo, peralatan dan lain-lain.
2)      Sistem dan manual operasional bisnis.
3)      Dukungan dalam beroperasi. Karena franchisor lebih mempunyai pengalaman luas.
4)      Pengawasan (monitoring). Untuk memastikan bahwa sistem yang disediakan dijalankan dengan baik dan benar secara konsisten.
5)      Penggabungan promosi/joint promotion, hal ini berkaitan dengan brand name.
6)      Pemasokan, ini berlaku bagi franchisee tertentu, misalnya bagi franchisor yang merupakan supplier bahan makanan/minuman. Kadang franchisor juga memasok mesin-mesin atau peralatan yang diperlukan.
Franchisor yang baik biasanya ikut membantu franchisee untuk mendapatkan sumber dana modal dari investor (fund supply) seperti bank misalnya, meskipun itu jarang sekali. Perjanjan waralaba adalah perjanjian formal. Hal tersebut dikarenakan perjanjian waralaba memang disyaratkan pada pasal 2 PP No. 16 Tahun 1997 untuk dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia. Hal ini diperlukan sebagai perlindungan bagi kedua belah pihak yang terlibat dalam perjanjian waralaba.
Secara umum dikenal adanya dua macam atau jenis kompensasi yang dapat diminta oleh pemberi waralaba (franchisor) dari penerima waralaba (franchisee) :
Pertama, kompensasi langsung dalam bentuk moneter (direct monetary compensation) adalah lump sum payment dan royalty. Lump sum payment adalah suatu jumlah uang yang telah dihitung terlebih dahulu yang wajib dibayarkan oleh penerima waralaba (franchisee) pada saat persetujuan pemberian waralaba disepakati. Sedangkan royalty adalah jumlah pembayaran yang dikaitkan dengan suatu presentasi tertentu yang dihitung dari jumlah produksi dan/atau penjualan barang dan/atau jasa yang diproduksi atau dijual berdasarkan perjanjian, baik disertai dengan ikatan suatu jumlah minimum atau maksimum jumlah royalty tertentu atau tidak.
Kedua, kompensasi tidak langsung dalam bentuk nilai moneter (indirect and nonmenetary compensation). Meliputi antara lain keuntungan sebagai akibat dari penjualan barang modal atau bahan mentah, yang merupakan satu paket dengan pemberian waralaba, pembayaran dalam bentuk deviden ataupun bunga pinjaman dalam hal pemberi waralaba juga turut memberikan bantuan financial, baik dalam bentuk ekuitas atau dalam wujud pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang, cost shifting atau pengalihan atas sebagian biaya yang harus dikeluarkan oleh pemberi waralaba, perolehan data pasar dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh penerima lisensi dan lain sebagainya.
Menurut pasal 3 ayat 1 PP nNo. 16 Tahun 1997, bahwa pemberi waralaba sebelum mengadakan perjanjian dengan penerima waralaba wajib menyampaikan keterangan-keterangan antara lain mengenai, nama pihak pemberi waralaba, hak atas kekayaan intelektual, persyaratan-persyaratan, bantuan dan fasilitas, hak dan kewajiban, pengakhiran, pembatalan dan perpanjangan perjanjian.

BAB III

PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dia atas maka dapat disimpulkan bahwa Waralaba adalah suatu sistem bisnis baru yang dikenalkan oleh amerika dan menjadi bisnis yang  diterima oleh pemerinatahan Indonesia dengan dikeluarkannya peraturan-peraturan tentang waralaba tersebut. Waralaba adalah kerjasama antara franchisor dengan franchise untuk memperluas pemasaran suatu produk yang sudah dikembangkan oleh franchisor terlebih dahulu.
Dalam waralaba terdapat tiga bentuk transaksi yaitu transaksi penyewaan lisensi, transaksi penyewaan manajeman, transaksi pembayaran royalty. Ketiga transaksi ini dibolehkan dalam Islam karena sama dengan sistem ijarah.
B.     Saran
Penerapan franchise secara umum dimana kerugian di tanggung masing-masing pemegang franchisee dan modal yang di keluarkan dianggap hangus.


Daftar Pustaka
Adnan,Habib,SE “DinamikaDunia Franchise”.Jakarta:MUI Tk.I Bandung-CV            Mizan,1997.
Website:WWW.CircleK.co.id
 Website:www.Scribd.com

No comments:

Post a Comment