Indonesia
adalah negara yang strategis karena diapit dengan dua samudra dan dua benua.
Sehingga penjajah semakin bersemangat untuk merebut negara ini. Seperti Belanda
berkuasa selama sekitar 350 tahun di Indonesia , Jepang 3,5tahun dan masih
banyak negara-negara penjajah lain. Selama dijajah, perekonomian Indonesia
sangat terpuruk. Mari kita simak perkembangan sejarah perekonomian Indonesia
mulai dari orde lama, orde baru, hingga reformasi saat ini.
ORDE LAMA
Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi&keuangan
pada masa ini sangat buruk, karena disebabkan oleh :
Inflasi yang
sangat tinggi yang dikarenakan beredarnya lebih dari satu mata uang secara
tidak terkendali. Pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di
wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia
Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi,
antara lain :
·
Menteri
keuangan Ir. Surachman melaksanakan Program Pinjaman Nasional dengan persetujuan
BP-KNIP pada bulan Juli 1946.
·
Usaha
melawan blokade dengan diplomasi beras ke India
·
Mengadakan
kontak dengan perusahaan swasta Amerika
·
Melawan
blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
Tujuan dilakukannya Konferensi Ekonomi Februari 1946 untuk memperoleh
kesepakatan yang tetap dalam menanggulangi masalah ekonomi yang mendesak,
seperti :
·
Masalah
produksi&distribusi sandang,pangan,papan, serta status dan administrasi
perkebunan.
·
Pembentukan
Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
·
Rekonstruksi
dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas
angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
·
Kasimo Plan
yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk
pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian
akan membaik (Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Sistem ini
hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka. Karena
pengusaha pribumi masih lemah&belum bisa bersaing dengan pengusaha
nonpribumi, terutama pengusaha Cina.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
·
Untuk
mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun, Gunting
Syarifuddin memotongan nilai uang (sanering) pada 20 Maret 1950.
·
Membatasi
impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir
pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar
nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional program ini
disebut Program Benteng
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Indonesia menjalankan sistem demokrasi
terpimpin& struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme
(pemerintah mengatur segalanya) sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli
1959. Sistem ini diharapkan akan membawa kemakmuran bersama dan persamaan dalam
sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme).
Namun
kebijakan ekonomi tersebut pada masa ini belum bisa memperbaiki keadaan ekonomi
indonesia, seperti :
· Menurunkan nilai uang kertas pecahan
Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua
simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan pada Devaluasi yang diumumkan
pada 25 Agustus 1959.
· Dibentuknya Deklarasi Ekonomi
(Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.
Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia
dan pada 1961-1962 harga barang-barang naik 400%.
· Tindakan pemerintah untuk menekan
angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
· Pemerintah tidak menghemat
pengeluaran-pengeluarannya sehingga memperparah tindakan moneter.
ORDE BARU
Stabilisasi
politik menjadi prioritas utama pada masa ini. Karena pengusaha pribumi tidak
bisa bersaing dengan pengusaha non pribumi, serta sistem etatisme pun tidak
memperbaiki keadaan, maka Dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka
sistem ekonomi demokrasi pancasila yang merupakan campur tangan pemerintah
dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, pasar tidak bisa menentukan sendiri
dalam keadaan atau masalah tertentu.
Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang,seperti:
·
kebutuhan
pokok
·
pendidikan
dan kesehatan
·
pembagian
pendapatan
·
kesempatan kerja
·
kesempatan
berusaha
·
partisipasi
wanita dan generasi muda
·
penyebaran
pembangunan
·
peradilan
Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan
pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan
yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun).
Indonesia
berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan tingkat
kesejahteraan rakyat dan industrialisasi yang meningkat pesat. Pemerintah juga
berhasil menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB
dan pengaturan usia minimum orang yang akan menikah,dampak positif ini
diperoleh pada tahun 1984.
Namun dampak
negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber
daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar
kelompok dalam masyarakat, serta penumpukan utang luar negeri. Akibatnya,
ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia
merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai
tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala
bidang, terutama ekonomi.
ORDE REFORMASI
Pemerintahan
presiden BJ.Habibie yang
mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam
bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas
politik.
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, juga tidak ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, juga tidak ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.
Masa
Kepemimpinan Megawati Soekarnoputri Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah
pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk
mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
Meminta
penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club
ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
Kebijakan
privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode
krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi
kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu
berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan
ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke
perusahaan asing.
Di masa ini
juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum
ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi
membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia,
dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Masa
Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono
adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM.
Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran
subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta
bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan
kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni
Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak
sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah
sosial.
Kebijakan
yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan
pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta
mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah
satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November
2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut
Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja.
Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi
kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah
revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di
Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
No comments:
Post a Comment