Saturday, April 23, 2016

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH DI PENGADILAN NEGERI SAMARINDA

Kelas : 2EB02
Nama Kelompok :
1. Windi Astuti ( 2C214273 )
2. Wahyuning Ayu W ( 2C214170 )
3. Yeni Aprilia ( 2C214380 )
4. Yudia Mustika ( 2C214519 )
5. Yulian Widiatmoko ( 2C214547 )

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH DI PENGADILAN NEGERI SAMARINDA

Berdasarkan data di Pengadilan Negeri Samarinda, selama tiga tahun terakhir, periode tahun 2010 sampai 2012 tercatat dua kasus sengketa perbankan syariah yang masuk di Pengadilan Negeri Samarinda. Pada tahun 2010 tidak ada sengketa perbankan syariah yang masuk di Pengadilan Negeri Samarinda. Pada tahun 2011 tercatat dua kasus yang masuk, kemudian pada tahun 2012 tidak ada kasus perbankan syariah yang masuk di Pengadilan Negeri Samarinda. Untuk Kasus pertama BPD Kaltim Syariah selaku Tergugat dan Penggugat beragama Islam, penyelesaian sengketa ini sudah tahap putusan dan putusan dimenangkan oleh Penggugat dan yang kedua, BPD Kaltim Syariah selaku Tergugat dan Penggugat beragama Kristen, penyelesaian sengketa ini telah sampai pada tahap putusan dan putusan dimenangkan oleh Tergugat. Kedua kasus tersebut berkaitan dengan akad Musyarakah atau agunan.
Kedua sengketa perbankan syariah yang masuk di Pengadilan Negeri Samarinda tersebut merupakan bentuk pelanggaran yang dilakukan para pihak dalam pembiayaan musyarakah dalam kategori perbuatan melawan hukum. Unsur-unsur pokok suatu perbuatan melawan hukum adalah; adanya suatu perbuatan mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan, tidak adanya suatu kewajiban kehati-hatian, tidak dijalankannya kewajiban kehati-hatian, adanya kerugian bagi orang lain, dan adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian yang timbul.
Pada kasus yang pertama dengan Nomor Perkara 104/PDT.G/2011/PN.SMDA. Bahwa Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hak (melawan hukum) terhadap Para Penggugat karena aset-aset agunan kredit milik Para Penggugat maupun atas nama yang lain yang telah lewat waktu (jatuh tempo). Sehingga Para Penggugat menuntut Para Tergugat untuk mengembalikan secara hukum aset-aset milik Para Penggugat maupun atas nama-nama sebagaimana tersebut dalam perkara tersebut.
Pada kasus yang kedua dengan Nomor Perkara 40/PDT.G/2011/PN.SMDA. Bahwa Penggugat adalah pemilik sah atas sebidang tanah dan bangunan rumah yang tertera dalam Sertifikat Hak Milik Nomor 581 tertanggal 13-04-2004. Penggugat menyatakan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan kecurangan dan kecerobohan di dalam melakukan Transaksi Kredit Bank dengan merugikan Penggugat sebagai pemilik jaminan yang sah. Penggugat menyatakan perbuatan Tergugat I dan Tergugat II dan Tergugat III tersebut telah melakukan perbuatan Melawan Hukum dan segala akibat hukumnya. Bahwa Penggugat menyatakan Batal Demi Hukum segala dokumen-dokumen berupa Akad Pembiayaan Musyarakah.
Dalam proses persidangan hakim telah menganjurkan untuk dilakukannya mediasi dan kedua belah pihak yang bersengketa pun menyetujuinya. Kemudian dilakukanlah upaya mediasi yang di mediator oleh hakim, namun upaya tersebut tidak menemui kata sepakat dan akhirnya para pihak tetap menempuh jalur Pengadilan Negeri untuk menyelesaikan permasalahannya.
Dalam Pasal 55 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad sedangkan dalam penjelasan pasal ini salah satu yang dapat dipilih adalah Pengadilan Negeri. Pasal 55 ayat (3) yang menyatakan bahwa ''penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah''. Makna sebaliknya atau dalam bahasa ushul fiqhnya itu adalah mafhum mukhalafahnya bahwa penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh forum manapun baik itu Pengadilan Negeri atau yang lainnya harus menggunakan hukum syariah atau Hukum Islam.
Berkaitan dengan petugas yang menegakkannya, seorang hakim dituntut bekerja secara profesional sesuai lingkup pekerjaannya. Oleh karena itu seorang hakim yang menyelesaikan sengketa perbankan syariah disamping harus memenuhi syarat-syarat umum sebagaimana lazimnya, juga dipersyaratkan berlatar belakang sarjana syariah dan/atau sarjana hukum yang mengusai hukum Islam. Hal ini dikarenakan tugas yang harus dihadapi adalah perkara-pekara yang ada sangkut pautnya dengan hukum Islam, termasuk hukum ekonomi Islam (ekonomi syariah). Persayaratan ''sarjana syariah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam'' tersebut juga berlaku bagi seorang Panitera maupun sekretaris yang mencatat persidangan di perkara perbankan syariah.
Namun berdasarkan keterangan dalam wawancara dengan Panitera Muda Hukum Pengadilan Negeri Samarinda yang mencatat proses jalannya persidangan perkara perbankan syariah pada tahun 2011, bahwa dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah di Pengadilan Negeri Samarinda, tidak dihadirkan saksi ahli dibidang ekonomi syariah dan hakim yang memimpin persidangan pun bukan hakim khusus yang menangani sengketa ekonomi syariah.
Dalam hukum Islam, perbuatan melawan hukum dikenal dengan istilah ''Perbuatan yang Membahayakan'' atau ''Al F'il Al Dharr'''. Dalam kaitan ini Musthafa Ahmad Al Zarqa menjelaskan bahwa ada 9 ayat Al Quran, 31 Hadist Rasullulah SAW dan 23 pendapat sahabat yang menjelaskan perbuatan yang membahayakan itu. Ayat-ayat Al Quran yang dimaksud adalah Al Nisa ayat 30, Al Baqarah ayat 188, Al 'Araf ayat 56, Al Baqarah ayat 205, Yusuf ayat 73, Al Nur ayat 4 dan 23 dan Surat An Nabiya ayat 78-79.
Melihat kepada ayat-ayat di atas, maka bagi seseorang yang melakukan suatu perbuatan melawan hukum diminta untuk bertanggung jawab atas perbuatannya. Hanya saja bentuk tanggung-jawabnya berbeda-beda, ada yang bersifat moral (sanksi ukhrawi) ada pula yang bersifat sanksi duniawi, yakni berbentuk keharusan memberi ganti rugi yang seimbang dan adil dengan kerugian yang diderita, ada juga yang berbentuk tanggung jawab dengan menglilangkan dharar (bahaya dan kerugian) dengan cara yang ma'ruf atau bentuk lain yang dibenarkan oleh Syariat Islam. Namun ganti rugi disini tidak boleh mengandung unsur-unsur ribawi sebagaimana konsep ganti rugi yang diatur dalam KUHPerdata. Jadi, dalam hukum Islam bagi pihak Debitur/Kreditur yang melakukan perbuatan melawan hukum dapat dikenakan ganti rugi dan atau denda dalam ukuran yang wajar dan seimbang dengan kerugian yang ditimbulkan dan tidak mengandung unsur ribawi.
Sedangkan berdasarkan faktanya, hakim di Pengadilan Negeri Samarinda dalam memutuskan ganti rugi bagi pihak yang kalah dari kedua kasus tersebut tidak menggunakan analisa ilmu syariah sehingga penentuan ganti rugi yang diputuskan hakim tidak seimbang dari kerugian yang ditimbulkan.

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Dilaksanakan di Pengadilan Negeri Samarinda.
a. Faktor Choice of Forum, para pihak dalam hal ini antara nasabah/debitur dengan BPD Kaltim Syariah di dalam akad antara kedua belah pihak tertuang klausul akad yang menyatakan, bahwa jika terjadi sengketa kedua belah pihak bersepakat untuk melakukan musyawarah dahulu, namun apabila hasil musyawarah tidak mencapai kesepakatan maka akan di tempuh jalur litigasi yaitu melalui Pengadilan Negeri Samarinda sebagai tempat untuk menyelesaikan masalahnya. Hal ini lah yang menjadi salah satu faktor mengapa penyelesaian sengketa perbankan syariah dapat dilaksanakan di Pengadilan Negeri Samarinda.

b. Faktor Hakim Tidak Boleh Menolak Perkara, Pengadilan Negeri Samarinda tidak dapat menolak perkara yang diajukan kepadanya termasuk sengketa perbankan syariah. Apabila hakim menolak terhadap perkara yang diajukan kepadanya berarti juga pengingkaran terhadap rasa keadilan yang hendak ditegakkan. Hakim sebagai salah satu perangkat pengadilan ditugaskan untuk menetapkan hubungan hukum yang sebenarnya antar kedua belah pihak yang bersengketa, yang sekaligus melakukan konkretisasi hukum terhadap perkara-perkara yang belum ada hukumnya.


c. Faktor Budaya Hukum dan Kesadaran Hukum, Kesadaran hukum masyarakat khususnya masyarakat Kota Samarinda merupakan hal yang sangat penting dan menentukan berlakunya suatu hukum dalam masyarakat. Apabila kesadaran hukum masyarakat tinggi dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh hukum, dipatuhi oleh masyarakat, maka hukum tersebut dapat dikatakan efektif berlakunya, tetapi jika ketentuan hukum tersebut daiabaikan oleh masyarakat, maka aturan hukum itu tidak efektif berlakunya. Kesadaran hukum masyarakat itu menyangkut faktor-faktor apakah suatu ketentuan hukum diketahui, dipahami, diakui, dihargai oleh masyarakat sebagai penggunaan hukum tersbeut. Kesadaran hukum masyarakat merupakan unsur utama yang harus diperhitungkan dalam berfungsinya hukum secara efektif dalam masyarakat.

d. Faktor Kepercayaan dan Pendapat Publik, Masih banyak kalangan yang meragukan kemampuan Hakim Pengadilan Agama Samarinda dalam memeriksa perkara ekonomi syariah. Mereka beranggapan hakim di Pengadilan Agama Samarinda tidak memahami hukum ekonomi konvensional dan perbankan. Sehingga bila menangani perkara ekonomi syariah dikhawatirkan putusannya tidak berkualitas. Anggapan ini di dasarkan bahwa ekonomi syariah merupakan bagian dari ilmu ekonomi dan perbankan konvensional, dimana meskipun prinsipnya berdasarkan syariah, akan tetapi dalam teknis dan operasional tetap mengacu pada perbankan konvensional. Berdasarkan alasan tersebut para pihak lebih memilih penyelesaian di Pengadilan Negeri Samarinda.

e. Faktor Sosialisasi Hukum, Undang-undang Perbankan Syariah yang diresmikan pada tanggal 17 Juli 2008 tersebut masih relatif baru dan perlu dilakukannya sosialisasi hukum secara terus menerus oleh badan legislatif.13 Sosialisasi khususnya ditujukan untuk pihak bank syariah dan notaris yang membuat perjanjian perbankan syariah, karena pada dasarnya yang menentukan pilihan hukum terhadap penyelesaian sengketa adalah pihak bank syariah sendiri.


f. Faktor Sumber Daya Manusia Hakim, Kurangnya Hakim yang menguasai ekonomi syariah menjadi salah satu faktor penghambat Pengadilan Agama Samarinda dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, khususnya perbankan syariah. Berdasarkan data hakim, di Pengadilan Agama Samarinda memiliki 7 Hakim Karir, dan dari ketujuh hakim karir tersebut hanya terdapat 1 hakim yang lulusan Magister Hukum Islam. Selain itu, kurangnya pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan oleh hakim-hakim Pengadilan Negeri Samarinda mengenai pengetahuan perbankan syariah juga menjadi kendala yang berarti bagi para hakim untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah.

Daftar Pustaka :
Rika Lianita ( 2013 ). Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Negeri Samarinda. Skripsi pada Fakultas Hukum Universitas Mulawarman.

No comments:

Post a Comment